AFILIASI BERLAPIS GNB & GUSDURIAN : REFORMASI POLRI DALAM BAYANG-BAYANG KEPENTINGAN POLITIK

Posted by : amvi 04/10/2025

Ir. R. Haidar Alwi, MT

Gerakan Nurani Bangsa (GNB) belakangan ini ramai dibicarakan setelah mengusulkan reformasi Polri kepada Presiden Prabowo. Di permukaan, langkah ini terlihat mulia, seolah datang dari niat tulus untuk memperbaiki kepolisian. Namun, jika dicermati lebih dalam, ada hal-hal yang membuat publik bertanya-tanya. Benarkah agenda yang dibawa GNB murni demi kepentingan bangsa, ataukah ada kepentingan lain yang tersembunyi di baliknya?

Jika kita memusatkan analisa pada aspek afiliasi, maka peta relasi antara Gerakan Nurani Bangsa (GNB) dan Jaringan Gusdurian menjadi kunci untuk memahami sejauh mana agenda “Reformasi Polri” yang mereka usung benar-benar murni atau justru terwarnai oleh kepentingan kelompok tertentu.

Pertama, keanggotaan Alissa Wahid dalam GNB sekaligus posisinya sebagai Direktur dan Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian tidak bisa dianggap kebetulan. Gusdurian adalah organisasi yang secara terbuka mendesak Presiden Prabowo mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ketika figur yang memimpin organisasi itu juga menjadi wajah GNB dalam membawa agenda reformasi, maka garis penghubung antara dua entitas ini terlalu jelas untuk diabaikan. Dari perspektif politik, ini menimbulkan kesan bahwa “reformasi” hanyalah label normatif untuk memperhalus agenda pergantian personal yang sebelumnya sudah dicanangkan.

Kedua, Alissa Wahid sebagai Direktur sekaligus Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian adalah anak biologis Sinta Nuriyah Wahid – tokoh sentral dalam GNB. Dan jaringan Gusdurian mengakui bahwa Sinta Nuriyah Wahid juga merupakan ibu ideologis mereka. Fakta tersebut semakin memperjelas benang merahnya. Dalam sebuah organisasi, peran “ibu ideologis” bukan sekadar simbolis, tetapi berfungsi sebagai pengarah dan penentu garis sikap. Artinya, dalam GNB terdapat figur yang tidak hanya dihormati secara biologis, melainkan juga menjadi referensi ideologis yang sama dengan jaringan Gusdurian. Ini memperlihatkan bahwa orientasi GNB dan Gusdurian memang satu tarikan nafas.

Ketiga, Romo Setyo sebagai anggota GNB ikut hadir dalam diskusi yang terang-terangan mengusung misi pencopotan Kapolri. Keterlibatannya menegaskan bahwa sebagai tokoh GNB tidak hanya mengusung narasi reformasi di ruang formal, tetapi juga aktif dalam agenda yang secara langsung menyasar penggulingan pimpinan Polri. Fakta ini semakin memperlemah klaim objektivitas, sebab menunjukkan konsistensi arah antara GNB dengan Gusdurian yang sejak awal mendesakkan agenda serupa.

Keempat, Pendeta Gomar Gultom yang juga duduk sebagai anggota GNB tercatat sebagai Dewan Penasihat Tunas Gusdurian. Dengan posisi ini, ia bukan sekadar simpatisan, melainkan bagian dari struktur penasihat yang ikut memberi arah bagi kaderisasi dan gerakan Tunas Gusdurian. Keterlibatan tokoh lintas agama sekalipun tetap dalam orbit yang sama, yaitu Gusdurian, yang memiliki rekam jejak tuntutan politik jelas terhadap Presiden terkait posisi Kapolri.

Jika ditarik ke dalam kerangka analisa, maka afiliasi GNB dengan Gusdurian bersifat berlapis: biologis (karena ada hubungan keluarga langsung dengan Gus Dur), ideologis (karena tokoh sentralnya adalah “ibu ideologis” bagi Gusdurian), organisatoris (karena tokoh-tokohnya memegang posisi struktural di Gusdurian dan Tunas Gusdurian), hingga politik praktis (karena terlibat langsung dalam forum pencopotan Kapolri). Lapisan-lapisan afiliasi ini membentuk suatu kesatuan ekosistem yang sulit dipisahkan.

Dengan demikian, objektivitas dan netralitas agenda GNB sangat diragukan karena jejaring internalnya terikat dengan kepentingan politik yang sudah lebih dulu dinyatakan oleh Gusdurian. Reformasi Polri yang mereka serukan akhirnya tampak bukan sebagai upaya koreksi institusional yang bebas dari kepentingan, melainkan sebagai perpanjangan tangan jaringan Gusdurian untuk mendorong pencopotan Kapolri. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo perlu berhati-hati membedakan antara usulan yang lahir dari analisis obyektif kelembagaan dan desakan yang datang dari gerakan yang sarat afiliasi politik.

Jakarta, 3 Oktober 2025
R. Haidar Alwi
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI)

RELATED POSTS
FOLLOW US