
Jakarta – Tim media mendapatkan informasi hari ini dari sumber yang tidak mau disebutkan namanya demi alasan keamanan, Selasa (19/8/2025) mengungkap dugaan jaringan mafia hukum yang tidak hanya mencoreng Mahkamah Agung (MA), tetapi juga merambah sektor vital negara, yaitu Bio Farma. Kasus yang menimpa dr. Tunggul menjadi titik awal investigasi mendalam ini.
IDitemukan sejumlah kejanggalan dalam putusan-putusan penting di MA, termasuk yang terkait dengan perkara tipikor dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Putusan-putusan yang disoroti antara lain Kasasi Perkara Tipikor Nomor 53 K/Pid.Sus/2016, Putusan Banding TPPU Nomor 53/PID.SUS-TPK/2016/PT.DKI, hingga Putusan Peninjauan Kembali (PK) Tipikor Nomor 22 PK/Pid.Sus/2018. Diduga adanya pola sistematis yang melanggar UUD 1945, KUHAP, dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Tanda Tangan Hakim Dipertanyakan
Salah satu temuan yang mencolok adalah tidak adanya tanda tangan majelis hakim dan panitera pengganti dalam sejumlah berkas putusan. Padahal, Pasal 200 KUHAP dan Pasal 50 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 secara jelas mensyaratkan tanda tangan sebagai bentuk otentikasi dan kepastian hukum.
Mantan Ketua MK, Mahfud MD, pernah menyatakan bahwa pemberantasan mafia hukum dapat dimulai dari jajaran aparat sendiri tanpa menimbulkan kegaduhan politik. Gayus Lumbuun, mantan hakim agung, juga menekankan perlunya koreksi atas seluruh putusan yang cacat tanda tangan.
Kasus dr. Tunggul: Diduga Simbol Kekeliruan Sistemik
Fokus utama investigasi adalah kasus dr. Tunggul, yang diduga menjadi simbol kekeliruan sistemik dalam peradilan. Tim Investigasi menyoroti bahwa unsur waktu, tempat kejadian, hingga pihak yang bertanggung jawab tidak ditetapkan dengan benar dalam kasus tersebut. Lebih ironis lagi, kesalahan pihak lain justru dijadikan dasar untuk menghukum dr. Tunggul.
Pada tingkat kasasi, hukuman terhadap dr. Tunggul justru dinaikkan dari putusan PN dan PT. Padahal, Pasal 253 ayat (1) huruf c KUHAP junto Pasal 30 dan 50 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung membatasi kewenangan hakim kasasi hanya pada pemeriksaan penerapan hukum, bukan memperberat hukuman.
Membongkar Jaringan Mafia Hukum
Investigasi ini membuka peluang untuk membongkar jaringan mafia hukum yang lebih luas, termasuk:
- Oknum di MA, jaksa eksekutor di Kejari Jakarta Pusat, hingga administrasi UPT Lapas Cipinang.
- Dugaan mafia di Bio Farma, instalasi vital negara yang berperan dalam kemandirian vaksin nasional.
- Peran Nazaruddin, pemilik PT AN dkk yang menjadi pemasok barang dan jasa dalam proyek terkait kasus ini, yang kini menjabat pimpinan partai politik baru.
- Praktik mafia di lembaga negara lain, termasuk lingkar kepresidenan, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham.
Menegakkan Keadilan
Kasus dr. Tunggul bukan lagi sekadar kasus pribadi, tetapi cermin buram peradilan di Indonesia. FJK menegaskan bahwa koreksi terhadap putusan-putusan cacat hukum adalah agenda nasional untuk memulihkan kepercayaan publik. Tanpa koreksi, negara berisiko terjebak dalam lingkaran mafia hukum yang merugikan rakyat, ekonomi, dan kedaulatan hukum.
(Timsus)
