Lapas Kelas 1 Cipinang
Jakarta, – Sebuah surat dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Cipinang pada tahun 2003 lalu kembali mencuat, menimbulkan pertanyaan serius mengenai dasar hukum eksekusi terhadap Dr. Tunggul. Surat Nomor W10/Pas.Pas/1/PK01.1945 tertanggal 15 Juni 2003, yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, mengungkapkan dugaan adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar 1945 serta sejumlah undang-undang dan peraturan lainnya.
Berikut poin poin penting yang diterima tim media, Sabtu (13/9/2025)
1. Dugaan Peraturan Hukum Tidak Diterapkan Semestinya: Putusan kasasi perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menjadi dasar eksekusi diduga tidak ditandatangani oleh hakim dan panitera pengganti.
2. Dugaan Persidangan Tidak Sesuai Ketentuan UU: Terdapat dugaan kesalahan dalam menentukan unsur seseorang, tempat, dan waktu kejadian. Contohnya, penyebutan Dr. Tunggul sebagai tokoh pembangunan Merauke, Papua, padahal yang bersangkutan adalah asli Batak.
3. Dugaan Perlindungan Terhadap Pelaku Kejahatan: Dr. Tunggul telah menjalani hukuman 11 tahun dari total 26 tahun atas perkara Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, para pejabat penanggung jawab proyek, terutama pemilik/pimpinan PT AN DKK selaku penyedia barang/jasa, diduga luput dari pertanggungjawaban pidana tanpa alasan yang jelas.
4. Dugaan Pengadilan Melampaui Kewenangan: Pengadilan Kasasi (Judex Juris) diduga menaikkan hukuman yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) (Judex Factie), dari semula 11 tahun menjadi 24 tahun. Selain itu, hukuman 24 tahun penjara diduga melanggar Pasal 12 KUHP yang menyatakan bahwa hukuman maksimal adalah 15 tahun, kecuali sebagai alternatif dari hukuman seumur hidup atau mati.
Berbagai dugaan kesalahan ini sejalan dengan pernyataan sejumlah ahli hukum, termasuk Prof. Dr. Mahfud MD, yang pernah menyatakan adanya “mafia” di Mahkamah Agung.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menko Kumham) diharapkan untuk memeriksa Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Cipinang terkait dugaan pelanggaran tersebut. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga kepastian hukum dan menghormati asas praduga tak bersalah, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. (Timsus)

