Kembalinya Militer dan Kepolisian ke Ranah Politik: Ancaman terhadap Demokrasi Konstitusional?

Posted by : amvi 19/02/2025

Ket. Foto: Pemateri

Jakarta, 19 Februari 2025 – Nurani ’98 mengeluarkan pernyataan keprihatinan terkait meningkatnya keterlibatan militer dan kepolisian dalam jabatan eksekutif dan sipil, sebuah tren yang dinilai sebagai kemunduran dari semangat reformasi 1998. Penghapusan dwifungsi ABRI kala itu merupakan langkah krusial menuju demokrasi konstitusional yang modern dan penegakan hukum yang adil. Namun, tren terkini menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan.

Sejak pemerintahan Presiden Jokowi, keterlibatan kepolisian dalam jabatan sipil dianggap sebagai hal yang lumrah. Namun, Nurani ’98 menganggap fenomena ini sebagai alat politik untuk kemenangan dalam kontestasi pemilu dan pilkada. Situasi ini semakin mengkhawatirkan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, di mana keterlibatan militer dalam pemerintahan semakin meluas dan sistematis.

Penempatan perwira aktif TNI di kementerian-kementerian strategis, meliputi Sekretariat Kabinet, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Badan Penyelenggara Haji, dan Perum Bulog, dinilai melanggar esensi UU TNI dan menunjukkan dominasi militer dalam proyek-proyek nasional. Baru-baru ini, dua jenderal polisi diangkat menjadi Sekretaris Jenderal dan Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

Sebagai informasi pemateri di acara diskusi tersebut sesuai tertera di undangan: Al Araf, Ray Rangkuti, Ubaidillah Badrun, Jane Rosalina Rumpia, Usman Hamid, A Wakil Kamal, Antonius Damar

Lebih lanjut, Nurani ’98 mengkritik program-program pemerintah yang melibatkan militer secara intensif, seperti program makan siang gratis, food estate di Papua, dan Rempang Eco City. Keterlibatan militer juga diprediksi akan semakin luas dalam proyek deforestasi 20 juta hektar hutan untuk perkebunan sawit.

Pemerintahan Prabowo, menurut Nurani ’98, berusaha menghidupkan kembali militerisme dan melanggengkan impunitas negara dalam hal penegakan HAM. Upaya sistematis untuk menghindari penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur yudisial juga dianggap mengancam demokrasi.

Maraknya demonstrasi mahasiswa dengan tagar #IndonesiaGelap menunjukkan kecemasan publik terhadap ancaman terhadap demokrasi konstitusional. Nurani ’98 mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama melawan tren ini dan mengembalikan cita-cita reformasi 1998. Organisasi ini mengajak akselerasi “Gerakan Mengembalikan Kembali Cita-cita Reformasi yang Dikorupsi” untuk menyelamatkan bangsa dari ancaman otoritarianisme.

Laporan: Gus Sholeh

RELATED POSTS
FOLLOW US