
Foto: Ilustrasi
Toba, AMVI, 27/2/2025 — Dr. Bona Tua Silalahi, peneliti dari Trisakti University, telah menyelesaikan risetnya yang berjudul “Kerajaan Batak sejak tahun 1511: Geopolitik dan perubahannya”. Riset ini kini memasuki tahap review untuk persetujuan pendistribusian di sejumlah jurnal bereputasi internasional.
“Semoga riset ini tidak mengalami banyak perbaikan,” ujar Dr. Silalahi dalam keterangan persnya. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penelitian, terutama para narasumber dan teman diskusi, termasuk teman-teman di Facebook yang sebagian besar belum pernah ia temui.
Riset ini mengungkap sejarah dan geopolitik Kerajaan Batak sejak tahun 1511 hingga masa kini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
- Kerajaan Batak pada Abad ke-16:
- Tahun 1512: Berdasarkan laporan Pires, Kerajaan Batak berada di Pantai Timur Sumatera di Selat Malaka, di antara Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Aru. Dipimpin oleh Raja Tomjam, kerajaan ini memiliki armada laut yang terdiri dari 30-40 kapal lamchara dan dikenal sebagai kerajaan yang gemar berperang dengan negara tetangganya.
- Tahun 1539: Catatan perjalanan Pinto menunjukkan bahwa ibukota Kerajaan Batak bernama Panaju, terletak di kaki Gunung Leuser. Dapat diakses melalui Sungai Singkel yang bermuara di Pantai Barat Sumatera di sekitar Teluk Tapanuli. Kerajaan ini dipimpin oleh Raja Angeesiry Timorraja, dibantu oleh Ratu, Gubernur, Duta Besar, dan Panglima. Kekuatan militernya mencapai 8.000 pasukan. Kerajaan Batak memiliki hubungan baik dengan negara tetangga, seperti Menangkabow dan Indragiri, bahkan dengan negara-negara jauh seperti Jambi, Borneo, dan Luzon. Kerajaan ini juga mampu berdiplomasi dengan Kerajaan Portugis di Benteng Malaka. Namun, Kerajaan Batak kemudian ditaklukkan oleh Kerajaan Aceh, mengalami pengucilan secara bangsa dan sosial, dan akhirnya hilang dari peta Asia Tenggara.
- Kerajaan Batak pada Abad ke-18:
- Tahun 1772: Ekspedisi Marsden menemukan bahwa Kerajaan Batak telah menjadi negara persekutuan yang terdiri dari tiga kerajaan utama: Simamora, Salindong, dan Butar. Tercatat bahwa Ratu Uti memiliki pasukan sebanyak 1.000-2.000 pasukan. Kerajaan Batak pada masa ini sudah terlepas dari jajahan Kerajaan Aceh, tetapi Marsden mencatat bahwa wilayah Karau masih berada di bawah kekuasaan Aceh, meskipun tata krama masyarakatnya sangat mirip dengan Batak.
- Kerajaan Batak pada Abad ke-19:
- Ekspedisi Anderson menemukan bahwa Kerajaan Aceh telah melemah dan tidak mampu mempertahankan daerah jajahannya. Akibatnya, beberapa wilayah seperti Karau Karau, Langkat, Delli, dan Batu bara berhasil memerdekakan diri. Anderson juga mencatat 13 nama Raja Batak.
- Kerajaan Batak pada Masa Kolonial Belanda:
- Konsep Batak sebagai bangsa hilang karena wilayahnya dicampur dengan bangsa Melayu di keresidenan Sumatera Timur dan bangsa Aceh di keresidenan Aceh. Wilayah Tapanuli, yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Batak, berada di bawah pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Raja SM XII tercatat sebagai Raja Batak terakhir yang gigih memperjuangkan kedaulatan Negara Batak.
- Kerajaan Batak pada Masa Republik Indonesia:
- Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 8 tahun 2023 tentang Provinsi Sumatera Utara hanya menyebutkan “Etnis Batak Toba”, tidak lagi mencantumkan “Kerajaan Batak”. Walaupun sebagian besar masyarakat masih mengakui Batak sebagai entitas grup, pengakuan ini hanya sebatas kearifan lokal dan dapat dibenturkan secara hukum kapan saja.
Riset Dr. Silalahi diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang sejarah dan geopolitik Kerajaan Batak. Riset ini juga diharapkan dapat menangkal informasi non-ilmiah dari pihak-pihak yang tidak terdidik dan cenderung provokatif.
Artikel penelitian secara utuh dapat diunduh di link berikut: https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=5155367
