Oleh: Dr. Syaifuddin, M.Si., CICS.
Dosen, Peneliti, dan Analis Komunikasi Politik Pascasarjana Universitas Mercu Buana
Jakarta, 15 September 2025 – Kerusuhan sosial-politik di Nepal menjadi perhatian dunia, meruntuhkan keutuhan negara akibat supremasi hukum yang tidak adil dan kesejahteraan sosial yang terabaikan. Krisis ini mencerminkan pentingnya kepemimpinan transformasional, pengelolaan konflik, dan respons terhadap kebutuhan masyarakat.
Nepal dan Indonesia memiliki sejarah transisi politik signifikan. Nepal beralih dari monarki absolut menjadi republik federal demokratis pada 2008, sementara Indonesia mengalami reformasi pada 1998. Namun, pasca-transisi, kedua negara menghadapi masalah serupa: instabilitas politik, korupsi, kesenjangan sosial, dan dominasi oligarki.
Krisis di Nepal dan kerusuhan di Indonesia pada Agustus 2025 seharusnya menjadi cermin bagi pemimpin Indonesia. Jika akar masalah tidak ditangani serius, krisis serupa bisa terjadi di Indonesia.
Korupsi dan Tata Kelola Lemah
Nepal dan Indonesia sama-sama memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Di Indonesia, kasus korupsi dana bansos Covid-19 dan kasus BTS Kominfo menunjukkan lemahnya integritas pejabat negara. Jika korupsi meluas, rakyat Indonesia bisa kehilangan kepercayaan pada pemimpinnya.
Instabilitas Politik: Demokrasi yang Tidak Tuntas
Nepal mengalami lebih dari sepuluh kali pergantian pemerintahan sejak 2008. Di Indonesia, pemilu sering dianggap hanya sebagai “ritual prosedural” tanpa perubahan substantif dalam kesejahteraan rakyat. Kecenderungan ini bisa menyebabkan krisis legitimasi seperti di Nepal.
Ekonomi: Antara Remitansi dan Ketimpangan
Nepal sangat bergantung pada remitansi tenaga kerja migran. Indonesia menghadapi masalah ketimpangan sosial yang kontras. Jika rakyat bawah semakin terpinggirkan, gejolak sosial bisa muncul.
Diskriminasi Sosial dan Identitas
Diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan ketidakadilan pembangunan bisa menjadi “bom waktu” di Indonesia, seperti yang terjadi di Nepal.
Geopolitik: Terjepit vs Strategis
Posisi geopolitik Nepal sangat rawan karena terjepit antara India dan Tiongkok. Indonesia memiliki posisi strategis, tetapi juga menjadi arena rivalitas antara AS dan China.
Pelajaran untuk Indonesia
1. Demokrasi harus substantif dan memenuhi janji keadilan sosial.
2. Korupsi harus diberantas tanpa pandang bulu.
3. Ekonomi inklusif harus dibangun secara berkelanjutan.
4. Pengelolaan keberagaman harus adil.
5. Diplomasi strategis harus dijaga.
6. Semua sumber kekayaan alam harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
7. Tegakkan kedaulatan rakyat.
8. Berlakukan Undang-Undang Penyitaan Aset Koruptor.
9. Hentikan dominasi oligarki.
10. Bersihkan lembaga negara dari praktik monopoli.
11. Revisi Undang-Undang Partai Politik.
12. Negara harus melakukan kaderisasi calon pemimpin.
Jika hal-hal ini gagal dilakukan, Indonesia bisa mengalami krisis legitimasi politik seperti di Nepal.
Penutup
Nepal adalah contoh negara yang gagal memenuhi janji demokrasi pasca-transisi. Indonesia saat ini masih lebih stabil, tetapi tanda-tanda kemiripan sudah sangat terlihat jelas. Nepal adalah cermin dan peringatan bagi Indonesia. Jika Indonesia belajar dari kegagalan Nepal, peluang untuk memperkuat demokrasi substantif dan kesejahteraan rakyat akan tetap terbuka.
